Kamis, Desember 24

Tujuh Jalan Setan Menipu Manusia (menurut Imam Al-Ghazali)

Adapun kecohan, tipuan serta ajakan setan terhadap manusia agar meninggalkan ibadah kepada Allah ada 7 macam jalan :
[1] Setan melarang manusia agar jangan taat kepada Allah.
Orang-orang yang dipelihara Allah, akan menolak ajakan itu dan akan berkata : “Aku sangat butuh sekali kepada pahala dari Allah, karena itu aku harus mempunyai bekal dari dunia untuk akhirat yang kekal abadi.”
[2] Setan mengajak manusia untuk menunda taat. Nanti saja atau kalau sudah tua, dan sebagainya. Orang-orang yang terpelihara akan menolaknya dengan mengatakan : “Ajalku bukan pada tanganku. Jika aku mengundur amal hari ini untuk esok, maka amal hari esok kapan aku kerjakan? Padahal tiap-tiap hari mempunyai amal tersendiri.”
[3] Sewaktu-waktu setan mendorong manusia supaya buru-buru mengerjakan amal baik dengan amat segera seraya berkata : “Ayo cepat-cepat beramal, supaya engkau dapat memburu amal lainnya.” Orang-orang yang selamat tentu menolak dan berkata : “Amal yang sedikit tapi sempurna lebih baik daripada amal banyak tapi tidak sempurna.”
[4] Setan itu lalu menyuruh manusia supaya mengerjakan amal baik dengan sempurna sebab kalau tidak sempurna nanti dicela oleh orang lain. Orang-orang yang terpelihara tentu menolaknya dan akan berkata : “Untuk saya, cukup dinilai oleh Allah saja dan tidak ada faedahnya beramal karena manusia.”
[5] Setelah itu setan menancapkan perasaan dalam hati orang yang beramal dengan mengatakan : “Betapa tingginya derajatmu dapat beramal shalih dan betapa pula cerdikmu dan kesempurnaanmu.” Orang-orang yang baik akan menjawab : “Semua keagungan dan kesempurnaan itu kepunyaan Allah, bukan kekuatan atau kekuasaanku. Allah-lah yang memberi taufiq kepadaku untuk dapat mengerjakan amal yang Ia ridhai dan memberikan ganjaran yang besar dengan karunia-Nya. Jika sekiranya tanpa karunia Allah, maka apalah harganya amalku ini dibandingkan dengan banyaknya nikmat Allah kepadaku. Di samping dosaku yang banyak pula.”
[6] Setelah jalan kelima gagal, maka setan mengajukan jalan keenam. Jalan ini lebih hebat dari yang telah disebut tadi, dan tidak akan bisa awas terhadapnya kecuali orang yang cerdik dan hidup pikirannya. Setan itu berkata mendesuskan di hati manusia : “Bersungguh-sungguhlah engkau beramal dengan sirr, jangan diketahui oleh manusia sebab Allah jualah yang akan mendzahirkan amalmu nanti terhadap manusia dan akan mengatakan bahwa engkau seorang hamba yang ikhlas.” Setan mencampur-baurkan terhadap setiap orang yang beramal dengan amal tipuannya yang halus sekali. Dengan ucapannya itu setan bermaksud untuk memasukkan sebagian dari penyakit riya.
Orang-orang yang terpelihara oleh Allah menolak ajakan setan itu dengan mengatakan : “Hai Mal’un (yang dilaknat) tiada henti-hentinya engkau menggodaku untuk merusak amalku  dengan rupa-rupa jalan. Dan sekarang engkau berpura-pura seolah-olah akan memperbaiki amalku, padahal maksudmu untuk merusaknya. Aku ini hamba Allah, dan Allah Swt yang telah menjadikan aku. Kalau Allah Swt berkehendak mendzahirkan amalku atau menyembunyikannya, kemudian menjadikan aku mulia atau hina, ini adalah urusan Allah. Aku tidak gelisah apakah amalku itu diperlihatkan oleh Allah kepada manusia atau tidak, karena itu bukan urusan manusia.”
[7] Setelah setan gagal menggoda dengan jalan keenam, maka ia menggoda lagi dengan jalan ketujuh dengan mengatakan : “Hai manusia, tidak perlu engkau menyusahkan dirimu untuk beramal ibadah, karena engkau jika telah ditetapkan oleh Allah pada zaman azali dan dijadikan makhluk yang bahagia, maka tidak akan menjadikan madharat apa-apa bagi engkau untuk meninggalkan amal. Engkau akan tetap menjadi orang yang bahagia. Sebaliknya jika engkau dikehendaki Allah menjadi orang yang celaka, maka tidak ada gunanya lagi engkau beramal dan tetaplah engkau celaka.”
Orang-orang yang terpelihara oleh Allah akan menolak godaan ini dengan mengatakan : “Aku ini seorang hamba dan berkewajiban menurut perintah Tuhanku. Tuhan Maha Mengetahui. Menetapkan sekehendak-Nya. Dan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya. Amalku tetap akan bermanfaat, walau bagaimanapun keadaanku. Jika aku dijadikan seorang yang berbahagia, aku tetap perlu beribadah untuk menambah pahala. Dan jika aku dijadikan seorang yang celaka, aku tetap harus beramal ibadah, supaya tidak menjadi penyesalan bagi diriku meninggalkan amal itu. Jika sekiranya aku dimasukkan ke neraka padahal aku taat, maka aku lebih senang daripada jika aku dimasukkan neraka karena aku maksiat. Tetapi tidak akan demikian keadaannya karena janji Allah pasti terjadi dan firman-Nya pasti benar. Allah telah menjanjikan kepada siapa yang beramal taat kepada-Nya akan diberi ganjaran. Siapa-siapa yang meninggal dunia dalam keadaan beriman dan taat kepada Allah tidak akan dimasukkan ke neraka dan pasti akan dimasukkan ke surga. Jadi masuknya seseorang ke surga bukanlah karena kekuatan amalnya, tetapi karena janji Allah semata yang pasti dan suci.”

 “Minhajul Abidin-Imam Al Ghazali,Menuju Mukmin Sejati”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar